Sabtu, 30 Agustus 2014

WANITA MAU MENIKAH DENGAN SYARAT IA BOLEH TETAP MENGAJAR

Label Post:

Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Baz Pertanyaan. Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : "Seorang wanita mau menikah dengan syarat ia boleh tetap mengajar dan calon suaminya menerima syarat tersebut, setelah terjadi kesepakatan wanita tersebut mau menikah. Apakah sang suami tetap wajib memberi nafkah kepadanya dan kepada anak-anaknya sementara wanita tersebut pegawai negeri?. Dan apakah boleh ia (suami) mengambil gaji istrinya tanpa mendapat persetujuannya?. Dan jika wanita itu seorang yang beragama dan tidak mau mendegarkan musik tetapi suami dan kelurga suami memakasanya dengan mengatakan : "Sesungguhnya orang yang tidak suka mendengarkan musik hatinya gundah." Apakah istri tersebut harus tetap tinggal bersama suaminya dalam keadaan seperti itu?" Jawaban Apabila seorang wanita menysarakan kepada calon suami bahwa ia mau menikah dengan syarat ia boleh mengajar atau belajar dan syarat tersebut diterima pada saat akad nikah, maka syarat tersebut sah. Dan setelah suaminya mencampurinya, maka tidak boleh baginya menghalangi istrinya dari mengajar atau belajar berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ أَحَقَّ الشُّرُوطِ أَنْ تُوفُوا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ Dari 'Uqbah bin 'Amir dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: "Sesungguhnya syarat yang paling berhak untuk dipenuhi adalah (syarat) yang kalian gunakan untuk menghalalkan farji." (Hadits Riwayat Abu Daud) Dan jika suami menghalanginya untuk mengajar, maka ia berhak mengajukan tuntutan pembatalan pernikahan kepada pengadilan syar'i atau tetap tinggal bersama suaminya. Mengenai masalah suami menyuruh istrinya mendengarkan musik, bagi istri tidak boleh menuntut pembatalan pernikahanb, tetapi ia harus menasehati dan memberitahu suaminya bahwa hal tersebut haram. Dan ia tidak boleh menghadiri acara-acara keluarga yang menggunakan musik. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ "Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan kepada Allah, hanyasanya ketaatan itu di dalam kebajikan." (Hadits Riwayat Muslim) Dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ "Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tanganmu, jika tidak mampu merubahnya maka dengan lisannya dan jika tidak mampu merubahnya maka dengan hatinya dan itulah batasan iman yang paling lemah" (Hadits Riwayat Muslim) Banyak sekali ayat-ayat dan hadits-hadits sekitar masalah ini. Bagi suami wajib memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya dan tidak dibolehkan ia mengambil gaji istrinya kecuali atas izin dan persetujuan darinya serta tidak boleh bagi istri tersebut pergi ke rumah keluarga atau tempat yang lain melainkan atas seizin suaminya. (Fatawa Mar'ah, hal 58) ….[Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-2, hal 157-160 Darul Haq]… Berdosakah Wanita Mimpi Bersetubuh Oleh Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta' Pertanyaan Al-Lajnah Ad-Daimah Lil ifta' ditanya : Berdosakah apabila seorang wanita bermimpi di setubuhi oleh seseorang pria. Dan apa yang wajib dikerjakan setelahnya? Jawaban Jika seorang pria bermimpi menyetubuhi seorang wanita, atau seorang wanita bermimpi disetubuhi oleh seorang pria. Maka tak ada dosa bagi keduanya, karena sesuatu ketetapan hukum tidak berlaku dalam keadaan tidur, juga karena tidak mungkin bagi seseorang untuk menghindarkan dirinya dari mimpi tersebut. Allah tidak membebani seseorang kecuali dengan sesuatu yang mampu diembannya. Selai itu, terdapat hadits shahih dari nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّغِيرِ حَتَّى يَكْبُرَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يُفِيقَ Dari Aisyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: Telah diangkat pena (ketetapan hukum tidak berlaku) pada tiga golongan, yaitu pada orang yang sedang tidur hingga ia terbangun, pada anak kecil hingga ia dewasa (mengalami mimpi yang menyebabkan ia mandi), dan pada orang gila hingga ia sadar." (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu daud, An-Nasaa'i dan Al-hakim) Al-Hakim berkata : Apabila ketika bermimpi itu mengeluarkan mani, maka ia wajib mandi. [Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah, 5/311] Adakah mimpi basah bagi seorang wanita Pertanyaan : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Apakah seorang wanita mengalami mimpi (mimpi basah)? Jika ia mengalami mimpi itu, apakah yang ia lakukan? Dan jika seorang wanita mengalami mimpi itu kemudian ia tidak mandi, apakah yang harus ia lakukan? Jawaban : Terkadang wanita itu mengalami mimpi (mimpi basah), sebab kaum wanita adalah saudara kaum pria, jika kaum pria mengalami mimpi maka demikian pula halnya dengan wanita. Jika seorang wanita mengalami mimpi dan tidak keluar cairan syahwat pada saat bangun dari tidurnya, maka tidak ada kewajiban bagi wanita itu untuk mandi. Akan tetapi jika mimpi itu menyebabkan adanya air dari kemaluannya, maka wanita itu diwajibkan untuk mandi. Hal ini berdasarkan sebuah hadits, عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ أُمَّ سُلَيْمٍ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحِي مِنْ الْحَقِّ هَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ غُسْلٌ إِذَا احْتَلَمَتْ قَالَ نَعَمْ إِذَا رَأَتْ الْمَاءَ فَضَحِكَتْ أُمُّ سَلَمَةَ فَقَالَتْ أَتَحْتَلِمُ الْمَرْأَةُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِمَ شَبَهُ الْوَلَدِ Dari Ummu Salamah bahwa Ummu Sulaim berkata; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu sedikitpun dari kebenaran, apakah seorang wanita wajib mandi jika ia ihtilam (mimpi basah atau bersenggama)?" beliau menjawab: "Ya, jika ia melihat cairan (keluar)." Maka Ummu Salamahtersenyum dan berkata; "Apakah wanita juga ihtilam (mimpi basah)?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Darimanakah seorang anak itu mirip (dengan orang tuanya)?" (HR. Bukhari) Jika mimpi itu telah berlalu lama sekali dan mimpi itu tidak menyebabkan keluar air maka tidak ada kewajiban mandi atasnya, akan tetapi jika mimpi itu menyebabkan keluarnya air maka hendaknya ia menghitung berapa shalat yang telah ia tinggalkan lalu hendaknya ia melaksanakan shalat yang ia tinggalkan itu. [Fatawa wa Rasa'il Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/20] Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 26-28, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin. HARUSKAH PEMBANTU WANITA BERHIJAB DI HADAPAN MAJIKAN LAKI-LAKINYA Pertanyaan : Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Haruskah wanita yang bekerja sebagai pembantu di rumah berhijab dari majikan laki-lakinya ? Jawaban : Benar, ia diwajibkan berhijab dari majikannya dan tidak boleh menampakkan perhiasan di hadapannya, dan diharamkan bagi mereka berduaan berdasarkan keumuman dalil yang melarang 'khalwat'. Melepas hijab di hadapan majikannya bisa menimbulkan fitnah, demikian pula berduaan dengannya, merupakan sebab-sebab setan menjadikan fitnah tampak seperti indah. Hanya kepada Allah kita minta pertolongan. [Fatawa Mar'ah. 2/81] HUKUM BERDIAM DI RUMAH YANG ADA PEMBANTUNYA, TANPA KHALWAT Pertanyaan : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum berdiam di rumah bersama pembantu laki-laki tapi tanpa ber-khlawat ? Jawaban : Permasalahan pembantu sekarang telah menjadi masalah sosial yang membahayakan. Berapa banyak kita mendengar peristiwa yang menakutkan yang berhubungan dengan masalah pengadaan tenaga kerja baik laki-laki maupun perempuan. Telah jelas sekali bahayanya yang besar dalam masyarakat selain juga tidak ada kebutuhan mendesak untuk itu dan hanya menampakkan tingkat kehidupan yang sejahatera. Didalamnya terdapat sebab-sebab timbulnya fitnah yang menjadikannya harus dilarang. Pertama. Tidak sepantasnya bagi orang yang berakal untuk mempekerjakan seorang pembantu di rumahnya, kecuali dalam keadaan sangat mendesak sekali. Tidak sekedar karena kebutuhan biasa dan untuk menampakkan tingkat kesejahteraan hidupnya. Karena jika tidak demikian, maka akan memunculkan berbagai masalah di kemudian hari. Di antaranya, majikan wanita tersebut meninggalkan kewajibannya untuk mengurus anak karena telah diserahkan sepenuhnya kepada pembantunya, sehingga anak tidak mendapatkan kasih sayang dan didikan dari ibunya sendiri. Dan berapa banyak hari ini seorang yang majikan yang berani berselingkuh dengan pembantu karena meremehkan urusan ini. Kedua. Pembantu yang bekerja haruslah seorang yang taat dan menjunjung nilai-nilai Islam, serta paham terhadap masalah hijab dan aurat. Hal itu dibuktikan dengan mengenakan hijab secara sempurna di hadapan laki-laki bukan makhram yang ada di rumah tersebut. Sehingga tidak diperbolehkan baginya untuk membuka hijab dan menampakkan perhiasan di hadapan mereka, walaupun itu adalah majikannya sendiri. Mengingat pembantu bukanlah laksana budak pada masa jahiliyyah. Ketiga. Keberadaan mereka harus disertai oleh mahramnya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang memberikan penekanan terhadap masalah ini. لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثًا إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ "Seorang wanita tidak boleh bepergian selama tiga hari kecuali bersama mahramnya." (HR. Muslim) لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلَا تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا وَخَرَجَتْ امْرَأَتِي حَاجَّةً قَالَ اذْهَبْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ "Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita dan janganlah sekali-kali seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya". Lalu ada seorang laki-laki yang bangkit seraya berkata: "Wahai Rasulullah, aku telah mendaftarkan diriku untuk mengikutu suatu peperangan sedangkan istriku pergi menunaikan hajji". Maka Beliau bersabda: "Tunaikanlah hajji bersama istrimu". (HR. Bukhari) Adapun jika syarat-syarat terkait masalah ini, minimal tiga hal di atas telah dipenuhi. Maka diperbolehkan baginya untuk berdiam di rumah selama tidak berduaan dan tidak membuka apa yang seharusnya ditutupi. [Durus wa Fatawal Haramil Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/347] [Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 3, hal 137-138 Darul Haq] MENGKHOQO’ SHOLAT BAGI WANITA HAID..?????????

0 komentar:

Posting Komentar

Tulis saran dan kritik anda di sini. Harus menggunakan login akun @yahoo, @gmail, @hotmail atau yang lainnya

Silahkan berkomentar "anda sopan kami segan"