Rabu, 20 Agustus 2014

Bilakah Wanita Menjenguk Laki-laki yang Sakit

Label Post:

Menurut Abu Bakar Jabir al-Jaza'iri (Minhajul Muslim:235), seorang muslim wajib menjenguk saudara muslim lainnya bila sakit. Sebagaimana sabda Nabi Shallallâhu 'Alayhi wa Sallam, "Berilah makanan pada orang yang kelaparan, jenguklah orang yang sakit, dan bebaskanlah tawanan." Disunnahkan pula agar mendo'akan kesembuhan dan bersabar dalam menghadapinya. Lalu bagaimanakah kewajiban ini berlaku bagi wanita bila yang sakit adalah laki-laki? Apakah hal itu tetap diwajibkan, atau sebaliknya?
Hal ini tetap dibolehkan walau yang sakit laki-laki bukan mahram. Hal ini sebagaimana telah dibahas oleh Imam al-Bukhâriy dalam bab, "Iyâdatu an-Nisâ' ar-Rijâl" (Bab wanita menjenguk laki-laki yang sakit), beliau katakan, "Bahwa Ummu Darda' pernah menjenguk seorang laki-laki Anshar dari jama'ah masjid yang sedang sakit."
Di samping itu, telah diriwayatkan dari Aisyah, ia menceritakan, "Ketika Rasulullah Shallallâhu 'Alayhi wa Sallam tiba di Madinah, Abu Bakar dan Bilal terserang demam. Lalu aku menjenguk mereka berdua. Aku bertanya, "Wahai ayah, apa yang anda rasakan? Juga pada Bilal, apa yang anda rasakan? Karena setiap kali terserang demam, Abu Bakar mengatakan, "Setiap orang memang ingin terus berkumpul dengan keluarganya. Sedang kematian itu lebih dekat daripada sepasang sandalnya. Demikian pula yang terjadi dengan diri Bilal, bila sedikit reda demamnya, biasa ia mengatakan, "Sekiranya saja aku bisa bermalam satu malam saja di sebuah lembah, sementara di sekelilingnya terdapat rumput yang wangi dan keagungan." Kemudian aku menemui Rasulullah Shallallâhu 'Alayhi wa Sallam dan menceritakan hal itu pada beliau. Mendengar hal itu, beliau berdo'a, "Ya Allah, Jadikanlah kami ini mencintai Madinah sebagaimana kecintaan kami pada kota Makkah atau bahkan lebih. Ya Allah, berikanlah kesehatan baginya. Berikanlah makanan pokok yang kami makan, dan hilangkanlah demamnya serta buanglah penyakit itu sejauh-jauhnya."." (HR. al-Bukhâriy, Muslim dan Baihaqi)
Mengomentari hadits ini, Ibnu Hajar (Fathul Bâri:10/117) berpendapat, bahwa kebolehan wanita menjenguk laki-laki sakit walau ia bukan mahram adalah dengan syarat-syarat dan rambu-rambu syar'i yang telah banyak dijelaskan. Di antaranya, boleh dilakukan dengan syarat adanya pembatas dan aman dari fitnah.

Tidak Khalwat
Tidak berkhalwat adalah rambu-rambu paling pokok dan umum yang harus ditaati. Nabi Shallallâhu 'Alayhi wa Sallam bersabda,
لاَ َيخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْ َمحْرَمٍ
"Tidak dibolehkan seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita kecuali bila bersamanya ada mahram." (HR. al-Bukhâriy, Muslim)

Imam An-Nawawiy berkata, "Sudah menjadi kesepakatan para ulama, haramnya seorang laki-laki ajnabi berkhalwat bersama wanita ajnabi. Demikian juga bila bersama keduanya ada anak kecil berumur dua atau tiga tahun. Tetap diharamkan, karena keberadaan anak itu seperti tidak ada. Demikian juga diharamkan, bila banyak laki-laki berkumpul bersama seorang wanita ajnabiyah. Lain halnya, bila seorang laki-laki berkumpul bersama banyak wanita ajnabiyah, seperti ini dibolehkan." Dan beliau berkata, "Keharaman khalwat ini tentunya berlaku juga dalam shalat atau yang lainnya. Hanya dikecualikan bila dalam kondisi darurat, seperti ditemukannya seorang wanita ajnabiyah sendirian di jalanan yang ditakutkan adanya fitnah bila ditinggalkan. Maka dibolehkan menemaninya, bahkan diwajibkan, sebagaimana kejadian Aisyah dalam kisah ifki."


Bicara Bila Diperlukan
Tidak diragukan, diperbolehkannya berbicara pada orang yang bukan mahram adalah sebatas apa dibutuhkan. Di antara kebutuhan itu adalah keperluan untuk nasihat atau amar ma'ruf nahi mungkar, Sebagaimana hadits yang telah diriwayatkan oleh Anas bin Malik, ia berkata,
مَرَّ النَِّبيُّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِامْرَأَةٍ عِنْدَ قَبرٍْ وَهِيَ تَبْكِيْ، فَقَالَ: "اتْقِي اللهَ وَاصْبرِيْ"
Suatu ketika Nabi-Shallallâhu 'Alayhi wa Sallam-melewati seorang wanita yang sedang menangis di samping kuburan. Maka beliau berkata padanya, "Bertaqwalah pada Allah dan bersabarlah." (HR. Muttafaqun Alaih)

Sekali Lagi, Bolehnya Bicara Sebatas Keperluan Saja
Abu Hurairah Radhiyallâhu 'Anhu berkata, bahwa Nabi Shallallâhu 'Alayhi wa Sallam telah bersabda tentang cara mengingatkan imam shalat bila lupa, "Ucapan tasbih itu bagi laki-laki, dan tepuk tangan itu bagi wanita." (HR. Muttafaqun 'Alayh)
Banyak ulama menyebutkan, alasan tepuk tangan bagi wanita karena suara wanita itu aurat, bahkan ditakutkan dengan suara itu banyak laki-laki tidak khusyu' shalatnya karena sibuk dengan suara itu. Maka para wanita diperintahkan agar menjaga suaranya dalam shalat, karena ditakutkan akan adanya fitnah bagi laki-laki. (at-Tamhid: 21/10, Aunul Ma'bud: 3/152, Syarh sunan Ibnu Majah: 1/2)

Bahkan Salam Pun Hati-hati
Memang salah satu sunnah, bila seorang muslim bertemu dengan muslim lainnya, adalah mengucapkan salam padanya. Tapi hal itu tentu dibedakan bila diiucapkan pada lawan jenis, karena bisa jadi bukannya kebaikan yang didapat, justru malah timbul fitnah di antara keduanya. Maka ucapan salam pada lain jenis diucapkan hanya bila tidak dikhawatirkan akan timbul fitnah. Dalam sebuah hadits disebutkan, "Dari Asma, bahwa Nabi Shallallâhu 'Alayhi wa Sallam suatu ketika melewati masjid dan sekelompok wanita banyak yang duduk-duduk disekitarnya. Maka Nabi Shallallâhu 'Alayhi wa Sallam menyampaikan salam dengan tangannya. Lalu bersabda, "Janganlah kalian kufur nikmat, janganlah kalian kufur nikmat (yaitu perkataan pada suami, "Aku tidak pernah melihat kebaikan sedikit pun darinya.")."
Wallâhu A'lam. (fm)


0 komentar:

Posting Komentar

Tulis saran dan kritik anda di sini. Harus menggunakan login akun @yahoo, @gmail, @hotmail atau yang lainnya

Silahkan berkomentar "anda sopan kami segan"