Oleh
: ena kusumawati mardia ningsih
I.
DEFINISI.
Husnul Khatimah : Menetapinya
seorang hamba sebelum matinya karena menghindari kemarahan Allah Ta'ala. Taubat
dari dosa dan maksiat, mengamalkan ketaatan dan perbuatan baik, kemudian
setelah itu matinya dalam keadaan baik.
Ia adalah akhir kehidupan
yang baik, yaitu suatu akhir kehidupan yang selalu diharapkan manusia sebelum
menghadap Allah SWT. Manusia yang meninggal dalam keadaan husnul khatimah
menunjukkan sebagai cermin akan memperoleh kebahagiaan di alam akhirat.
II.
MASYRU'IYAH.
Sesungguhnya Allah sudah
mengingatkan seluruh kaum mukminin di dalam kitabNya akan pentingnya husnul
khatimah (akhir yang baik). Allah berfirman :
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãYtB#uä
(#qà)®?$#
©!$#
¨,ym
¾ÏmÏ?$s)è?
wur
¨ûèòqèÿsC
wÎ)
NçFRr&ur
tbqßJÎ=ó¡B
ÇÊÉËÈ
"Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (Ali Imran :
102)
ôç6ôã$#ur
y7/u
4Ó®Lym
y7uÏ?ù't
ÚúüÉ)uø9$#
ÇÒÒÈ
"Dan sembahlah
Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan (ajal)." (Al Hijr : 99)
Maka perintah untuk bertaqwa
dan beribadah berlaku terus sampai mati agar meraih husnul khatimah. Rasulullah
n menerangkan bahwa ada sebagian manusia
melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan dalam usianya yang panjang, namun
sesaat sebelum kematiannya dia melakukan perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat
yang menyebabkan umurnya diakhiri dengan su'ul khatimah, sebagaimana
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Dalam hadits lain Rasulullah
n bersabda :
لا
يموتن أحدكم إلا وهو يحسن الظن بالله عز وجل. رواه مسلم.
"Janganlah
seseorang di antara kalian mati kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada
Allah." HR. Muslim.
III.
PEDIHNYA MATI.
أخرج
ابن ابي الدنيابسند رجاله ثقات عن الحسن أن رسول الله n ذكر ألم الموت وغصته فقال : هو قدر ثلاثمائة ضربة بالسيف.
Rasulullah n menyebutkan sakitnya mati dan pedihnya bersabda, "Rasanya
sekitar tiga ratus sabetan pedang."
Ali bin Abi Thalib berkata,
"Demi Dzat yang jiwaku di TanganNya, sungguh sabetan seribu pedang adalah
lebih ringan daripada seorang yang mati di atas tempat tidurnya." Dan
masih banyak ungkapan yang semisal dengannya.
واخرج أحمد
عن ابن عباس قال : آخر شدة يلقاها المؤمن الموت.
Diriwayatkan Oleh Imam Ahmad
dari Ibnu Abbas berkata, "Sakit yang paling keras yang akan dirasakan oleh
setiap mukmin adalah kematian."
Berbeda dengan orang yang
mati di medan
perang. Kematian mereka hanya terasa seperti dicubit dan mereka tidak disiksa
di dalam kubur mereka. Rasulullah n bersabda :
ما بجد
الشهيد من مس القتل إلا كما يجد أحدكم من مس القرضة.
"orang
yang mati syahid tiada merasakan sentuhan kematian melainkan hanya seperti
salah seorang di antara kalian merasakan dicubit." HR. At Tirmidzi, An
Nasa'I, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban.
Ada riwayat dari
Ziyad An Numairi berkata :
قرأت في
بعض الكتب إن الموت أشد على ملك الموت منه على جميع الخلق.
"Aku
membaca sebagian dari kitab bahwa kematian lebih keras atas seluruh
makhluk."
IV.
TANDA-TANDA HUSNUL KHATIMAH.
Pembuat syari'at yang Maha
Bijaksana telah memberikan tanda-tanda yang jelas yang menunjukkan husnul khatimah
(akhir yang baik) sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah Ta'ala dengan
limpahan karunia dan anugerahNya. Siapa pun orang yang meninggal dunia dengan
memperlihatkan salah satu dari tanda-tanda tersebut maka kabar gembira baginya.
Tanda—tanda orang yang
mendapatkan kabar gembira itu (husnul khatimah) :
Pertama : Mengucapkan syahadat pada
saat meninggal dunia.
Yang demikian di dasarkan
pada beberapa hadits :
عن
معاذ –رضي الله عنه- قال : قال رسول الله n: من كان آخر كلامه من الدنيا لاإله إلا الله دخل الجنة. رواه أبو
داود والحاكم.
"Barangsiapa
yang ucapan terakhirnya kalimat : Lailaaha illalllah maka dia masuk
Surga." HR. Al Hakim dan perawi lainnya.
ما من
نفس تموت وهي تشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله يرجع ذلك إلي قلب موقن، إلا
غفر الله لها.
'Tidaklah
satu jiwa meninggal dunia sedang dia bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah
dan aku sebagai Rasul Allah. Dalam keadaan yang demikian itu dia kembali kepada
hatinya yang benar-benar yakin, melainkan Allah akan memberikan ampunan
kepadanya." HR. Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lainnya.
Kedua : Mengalirnya keringat di
dahi.
Yang demikian didasarkan
pada hadits Buraidah bin Al Hashib.
لحديث
بريدة بن الخصيب رضي الله عنه : أبه كان خراسان، فعاد أخا له وهو مريض، فوجده
بالموت، وإذا هو بعرق جبينه فقال : الله أكبر، سمعت رسول الله n يقول : موت المؤمن
بعرق الجبين. أخرجه أحمد والنساءي وغيرهما.
"Bahwasanya
dia pernah berada di Khurasan, lalu dia menjenguk salah seorang saudaranya yang
tengah sakit dan dia mendapatkannya telah meninggal dunia. Ternyata dia
mendapatkannya keluar keringat di dahinya. Maka dia berkata, "Allah Maha
Besar, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Kematian orang Mukmin
itu ditandai dengan keringat dahi." HR. Ahmad, An Nasa'i dan lainnya.
Ketiga : Meninggal dunia pada malam
jum'at atau siang hari Jum'at.
Yang demikian didasarkan
pada hadits :
لقوله n : ما من مسلم يموت
يوم الجمعة، أو ليلة الجمعة، إلا وقاه الله فتنة القبر. أخرجه أحمد والترمذيز
"Tiadalah
seorang Muslim meninggal pada hari Jum'at atau malam Jum'at melainkan Allah
akan melindunginya dari fitnah kubur." HR. Ahmad, Al Fasawi dan At Tirmidzi.
Keempat : Mati syahid di medan perang.
Firman Allah :
wur
¨ûtù|¡øtrB
tûïÏ%©!$#
(#qè=ÏFè%
Îû
È@Î6y
«!$#
$O?ºuqøBr&
4
ö@t/
íä!$uômr&
yYÏã
óOÎgÎn/u
tbqè%yöã
ÇÊÏÒÈ
tûüÏmÌsù
!$yJÎ/
ãNßg9s?#uä
ª!$#
`ÏB
¾Ï&Î#ôÒsù
tbrçųö;tGó¡our
tûïÏ%©!$$Î/
öNs9
(#qà)ysù=t
NÍkÍ5
ô`ÏiB
öNÎgÏÿù=yz
wr&
ì$öqyz
öNÍkön=tæ
wur
öNèd
cqçRtóst
ÇÊÐÉÈ
*
tbrçųö;tGó¡o
7pyJ÷èÏZÎ/
z`ÏiB
«!$#
9@ôÒsùur
¨br&ur
©!$#
w
ßìÅÒã
tô_r&
tûüÏZÏB÷sßJø9$#
ÇÊÐÊÈ
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di
jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat
rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia
Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap
orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar
dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
beriman." (Ali Imran : 169-171)
Mengenai hal ini terdapat
beberapa hadits di antaranya :
للشهيد
هند الله ست خصال : يغفر له في أول دفعه من دمه، ويري مقعده من الجنة، ويجار كم
عذاب القبر، ويأمن فزع الأكبر، ويحلي حلية الإيمان، ويزوج من الحور العين، ويشفع
في سبعين إنسانا من أقاربه. أخرجه الترمذي وابن ماجه وأحمد وإسناده صحيح.
"Di
sisi Allah orang yang mati syahid itu mempunyai enam kriteria : Diberikan
ampunan di awal kucuran darahnya, dia mengetahui tempat tinggalnya di Surga,
dilindungi dari adzab kubur, diberi rasa aman dari peristiwa besar, dihiasi
dengan perhiasan iman dan dinikahkan dengan bidadari serta diberi kesempatan
memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari kerabatnya." HR. At Tirmidzi
dan dia menilainya shahih. Ibnu Majah dan Ahmad.
عن رجل
من أصحاب النبي : أن رجلا قال : يا رسول الله ما بال المؤمنون يفتنون في قبورهم
إلا الشهيد؟ قال n : كفي ببارقة السيوف علي رأسه فتنة. رواه النساءي وسنده صحيج.
Dari seorang sahabat Nabi
bahwasanya ada seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin
orang-orang Mukmin itu mendapatkan fitnah di dalam kubur mereka kecuali orang
yang mati syahid?" Beliau bersabda, "Cukuplah kilatan pedang di atas
kepalanya sebagai fitnah." HR. An Nasa'i dengan sanad shahih.
Kelima : Mati ketika dalam berperang
di jalan Allah.
Dalam hal ini di dasari pada
hadits :
قال
رسول الله n : ما تعدون الشهيد قيكم؟ قالوا : يا رسول الله من قاتل في سبيل
الله فهو شهيد. قال : إن شهيد في أمتي إذا لقليل، قالوا : فمن هم يا رسول الله؟
قال: من قتل في سبيل الله فهو شهيد، ومن مات في سبيل الله فهو شهيد، ومن مات في
الطاعون فهو شهيد، ومن مات في البطن فهو شهيد، والغريق شهيد. أخرجه مسلم وأحمد عن
أبي هريرة.
"Apa
yang kalian kategorikan sebagai orang yang mati syahid di antara kalian?"
mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, barangsiapa terbunuh di jalan Allah
maka dia mati syahid." Beliau bersabda, " Sesungguhnya jika demikian
itu, maka hanya sedikit sekali para syuhada' di antara umatku." Mereka
berkata, "Jika demikian lalu siapakah meraka itu, wahai Rasulullah ?"
Beliau menjawab, "Barangsiapa terbunuh di jalan Allah, maka dia itu mati
syahid. Barangsiapa meninggal dunia di jalan Allah maka dia adalah mati syahid.
Dan barangsiapa meninggal dunia karena sakit tha'un (penyakit pes) maka dia itu
mati syahid. Dan barangsiapa meninggal dunia karena sakit perut, maka dia itu
mati syahid. Dan orang yang tenggelam pun juga mati syahid." HR. Muslim
dan Ahmad dari Abu Hurairah.
Keenam : Mati karena terserang
penyakit Tha'un.
Mengenai hal ini terdapat
beberapa hadits :
عن
حفصة بنت سرين : قال لي أنس بن مالك : بم مات يحيى بن أبي عمرة ؟ قلت : بالطاعون،
فقال : قال رسول الله n : الطاعون شهادة لكل مسلم. أخرجه البخاري، والطيالسي وأحمد.
Dari Hafshah binti Sirin dia
bercerita, "Anas bin Malik pernah berkata kepadaku, "Disebabkan oleh
apa Yahya bin Abi Amrah meninggal dunia?" kukatakan : "Disebabkan
oleh penyakit tha'un." Maka dia berkata, Rasulullah n bersabda, "Penyakit tha'un sebagai penyebab kematian
syahid bagi setiap Muslim.
Dari 'Aisyah bahwasanya dia
pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai penyakit tha'un, maka Nabi n memberitahukan, "Sesungguhnya ia merupakan adzab yang
dikirimkan Allah kepada siapa yang dikehendakiNya, lalu Dia menjadikannya
sebagai rahmat bagi orang-orang Mukmin. Tidaklah seorang hamba terserang
penakit tha'un, lalu dia tetap tinggal di negerinya dengan penuh kesabaran
seraya mengetahui bahwa dia tidak akan terjangkit penyakit tha'un itu melainkan
telah ditetapkan oleh Allah baginya, melainkan bagiya pahala seperti pahala
orang yang mati syahid." HR. Bukhari dan Al Baihaqi dan Ahmad.
Ketujuh : Mati yang disebabkan oleh
sakit perut.
Mengenai hal ini ada dua
hadits :
...ومن مات في البطن
فهو شهيد. رواه مسلم وغيره.
"…
Dan barangsiapa meninggal dunia karena sakit perut, maka dia mati syahid."
HR. Muslim dan lainnya.
Dan dari Abdullah bin Yasar
dia berkata, "Aku pernah duduk-duduk bersama Sulaiman bin Shurad dan
Khalid bin Urfuthah. Lalu mereka menceritakan bahwasanya ada seseorang yang
meninggal dunia. Orang itu meninggal karena sakit perut. Ternyata keduanya pun
ingin menyaksikan jenazahnya, maka salah satu dari keduanya berkata kepada yang
lainnya, "Bukankah Rasulullah n telah bersabda.
من
يقتل بطنه فلن يعذب في قبره.؟
"Barangsiapa
meninggal dunia karena sakit perutnya, maka dia tidak akan diadzab di dalam
kuburnya"? Yang lainnya menjawab, "Benar." Dan dalam sebuah
riwayat disebutkan, "Engkau benar". HR. An Nasa'i, At Tirmidzi dan
dia menilainya hasan.
Kedelapan dan kesembilan : Mati karena
tenggelam dan tertimpa reruntuhan.
Dua point di atas didasarkan
pada sabda Rasulullah n :
الشهداء
خمسة : المطعون، والمبطون والغرق، وصاحب الهدم، والشهيد في سبيل الله.
"Para
syuhada' itu lima
kelompok : Orang yang terserang penyakit tha'un, orang yang sakit perut, orang
yang tenggelam, orang yang tertimpa reruntuhan danorang yang mati syahid di
jalan Allah." HR. Al Bukhari, Muslim, At Tirmidzi dan Ahmad dari Abu
Hurairah.
Kesepuluh : Seorang wanita yang meninggal
dunia semasa menjalani masa nifasnya atau disebabkan oleh melahirkan.
Bahwa Rasulullah n pernah menjenguk Abdullah bin Rawahah. Dia bercerita, "Dia
tidak lagi bisa beranjak dari tempata tidurnya, maka beliau bertanya,
"Tahukah kalian siapakah para suhada' di kalangan umatku?" mereka
menjawab, "Orang Muslim yang terbunuh sebagai syahid." Beliau
bersabda, "Jika demikian, syuhada' umatku itu sangat sedikit sekali."
قتل
المسلم شهادة، والطاعون شهادة، والمرأة يقتلها ولدها جمعاء شهادة، (يجرها ولدها
بسرره إلي الجنة).
"Terbunuhnya
seorang Muslim itu adalah syahid, orang yang terserang penyakit pun syahid dan
wanita yang meninggal dunia karena anaknya dengan anaknya masih di dalam
perutnya juga syahid (dimana anaknya itu menarik ibunya dengan plasentanya menuju
ke Surga)." HR. Ahmad, Ad Darimi dan Ath Thayalisi dan sanadnya shahih.
Kesebelas dan keduabelas : Mati terbakar
dan terkena penyakit tumor.
Mengenai hal ini terdapat
hadits :
عن
جابر بن عتيك مرفوعا : الشهداء سبعة سوي القتل في سبيل الله : المطعون شهيد،
والغرق شهيد، وصاحب ذات الجنب شهيد، والمبطون شهيد، والحرق شهيد، والذي يموت تحت
الهدم شهيد، والمرأة تموت بجمع شهيدة. أخرجه مالك وأبو داود والنساءي وابن ماجه
وابن حبان والحاكم وأحمد.
"Para
syuhada' itu ada tujuh kelompok selain yang terbunuh di jalan Allah, yaitu :
orang yang mati terserang penyakit tha'un adalah syahid, orang yang mati
tenggwlam juga syahid, orang yang terserang tumor juga syahid, orang yang sekit
perut pun syahid, orang yang terbakar juga syahid dan orang yang meninggal
dunia karena tertimpa reruntuhan pun syahid dan seorang wanita yang meninggal
dunia yang sedang mengandung juga syahid." HR. Malik, Abu Dawud, An Nasa'I
dan lainnya. Al Hakim berkata, "Bersanad shahih." Dan disepakati oleh
Adz Dzahabi.
Ketigabelas : Mati karena terjangkit penyakit
Tuberculosis (TBC).
Hal ini didasarkan pada
sabda Nabi n :
القتل
في سبيل الله شهادة، والنفساء شهادة، والحرق شهادة، والغرق شهادة، والسل شهادة،
والبطن شهادة.
"Terbunuh
di jalan Allah adalah syahid, wanita yang mati semasa nifas juga syahid, orang
yang mati terbakar pun syahid, orang yang mati tenggelam juga syahid, orang
yang mati karena penyakit TBC juga syahid dan orang yang meninggal karena sakit
perut juga syahid." HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath dari Sulaiman yang di
dalamnya terdapat Mandal bin Ali yang mengenai dirinya masih terdapat komentar
cukup banyak dan dia juga tsiqah. Al Albani mengatakan, "Hadits ini
diperkuat oleh hadits Rasyid bin Hubaisy.
Keempatbelas : Mati karena mempertahankan
harta yang akan dirampas.
من قتل
دون ماله (وفي رواية : من أريد ماله بغير حق فقاتل، فقتل) فهو شهيد. أخرجه البخاري
ومسلم وغيرهما.
"Barangsiapa
meninggal dunia karena mempertahankan hartanya (dalam sebuah riwayat :
"Barang siapa yang hartanya diambil dengaj jalan tidak benar lalu dia menyerang
dan kemudian terbunuh) maka dia syahid. HR. Bukhari, Muslim dan lainnya.
Dari
Abu Hurairah dia bercerita, "Ada
seseorang yang datang kepada Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rasulullah
bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang datang dan ingin mengambil
hartaku?" Beliau n menjawab,
"Jangan engkau memberinya." "Bagaimana menurutmu jika dia
menyerangku?" tanyanya. Beliau menjawab, "Serang balik dia!"
lebih lanjut dia bertanya, "Dan bagaimana menurutmu jika dia
membunuhku?" Maka beliau menjawab, "Berarti kamu syahid." Dia
bertanya lagi, "Bagaimana menurut pendapatmu jika aku membunuhnya?"
Beliau menjawab, "Orang itu akan masuk Neraka." HR. Muslim, An Nasa'i
dan Ahmad.
Kelimabelas dan
keenambelas : Mati dalam mempertahankan agama dan jiwa raga.
Mengenai
hal ini terdapat dua hadits :
من قتل دون ماله فهو شهيد،
ومن قتل دون أهله فهو شهيد، ومن قتل دون دينه فهو شهيد، ومن قتل دون دمه فهو شهيد.
"Barangsiapa
terbunuh karena mempertahankan hartanya maka dia syahid. Dan barangsiapa
terbunuh karena mempertahankan keluarganya maka dia syahid. Dan barangsiapa
terbunuh karena mempertahankan agamanya maka dia syahid. Dan barangsiapa
terbunuh karena mempertahankan darahnya maka dia syahid." HR. Abu Dawud,
An Nasa'I, dan At Tirmidzi dan dia menilai hadits ini shahih.
من قتل دون مظلمته فهو شهيد.
"Barangsiapa
terbunuh karena menuntut atas kedzaliman yang dilakukan kepadanya maka dia mati
syahid." HR. An Nasa'i dan Ahmad.
Ketujuhbelas : Mati karena
berjaga di tapal batas (ribath) di jalan Allah.
Mengenai
hal ini terdapat hadits :
رباط يوم وليلة خير من صيام
شهر وقيامه، وإن مات جري عليه عمله الذي كان يعمله، وأجري عليه رزقه، وأمن الفتان.
"Berjaga di tapal
batas satu hari satu malam lebih baik daripada puasa satu bulan dengan
qiyamullailnya. Jika dia meninggal dunia, maka (pahala) amal yang pernah
dikerjakannya itu akan terus mengalir kepadanya, rizkinya pun akan terus
mengalir dan dia akan dilindungi dari fitnah." HR. Muslim, An Nasa'I, At
Tirmidzi dan lainnya.
كل ميت يختم علي عمله إلا الذي مات مرابطا في سبيل الله، فإني
ينمّي له عمله إلي يوم القيامة، ويأمن فتنة القبر.
"Setiap orang yang
mati akan disudahi amalnya kecuali yang mati dalam keadaan berjaga di tapal
batas di jalan Allah, dimana amalnya akan terus dikembangkan sampai hari Kiamat
kelak dan dia akan dilindungi dari fitnah kubur." HR. Abu Dawud, At Tirmidzi
dan dia menilai hadits ini shahih dan rawi lainnya.
Kedelapanbelas : Mati dalam
keadaan berbuat amal shalih.
Yang
demikian didasarkan pada hadits :
من قال لا إله إلا الله
ابتغاء وجه الله ختم له بها دخل الجنة، ومن صام يوما ابتغاء وجه الله ختم له بها
دخل الجنة، ومن تصدق بصدقة ابتغاء وجه الله ختم له بها دخل الجنة.
"Barangsiapa mengucapkan
Laa Ilaaha Illallah dalam rangka mencari keridhaan Allah maka hidupnya diakhiri
dengan kalimat itu dan dia akan masuk Surga. Dan barangsiapa berpuasa satu hari
karena mencari keridhaan Allah, maka ia dijadikan sebagai penutupnya bagi
hidupnya, dia akan masuk Surga. Dan barangsiapa menyedekahkan suatu sedekahan
karena mencari keridhaan Allah, maka sedekah itu dijadikan sebagai penutup
hidupnya, dia akan masuk Surga." HR. Ahmad dari Hudzaifah.
Meninggal
dalam ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Seperti meniggal dalam keadaan
shalat, puasa, haji, berjihad atau berdakwah kepada Allah.
عن أنس
أن النبي قال : إذا أراد الله بعبد خيرا استعمله؟ قيل كيف يستعمله؟ قال : يوفقه
بعمل صالح قبل الموت. أخرجه الترمذي والحاكم.
"Jika Allah
menghendaki kebaikan pada seorang hamba, Dia akan mengendalikannya."
Dikatakan, "Bagaimana mengendalikannya?" Beliau bersabda, "Dia
akan selalu beramal shalih sebelum matinya." HR. At Tirmidzi dan Al Hakim.
Kesembilanbelas : Seluruh kaum Muslimin
memujinya dengan kebaikan.
Hadits dari Anas berkata,
"Ketika lewat jenazah di depan orang-orang dan mereka memujinya dengan kebaikannya
maka Rasulullah n bersabda, "Pasti."
Kemudian lewat jenazah lainnya dan mereka membicarakan keburukannya maka
Rasulullah n bersabda, "Pasti." Maka Umar bin
Khaththab bertanya, "Apa yang dimaksud dengan pasti?" Beliau n bersabda, "Barangsiapa yang engkau berikan pujian kebaikan
maka wajib baginya Surga. Dan barangsiapa yang engkau sebut keburukannya maka
wajib baginya Neraka. Sedang kalian sebagai saksi Allah di muka bumi, Sedang
kalian sebagai saksi Allah di muka bumi, Sedang kalian sebagai saksi Allah di
muka bumi. Muttafaq 'alaihi.
Keduapuluh : Sebagian tanda-tanda yang
dilihat sewaktu meninggalnya.
a.
Tersenyum di wajahnya.
b.
Mengangkat jari telunjuk.
c.
Bau harum, bersinar pada
wajahnya dan bahagia dengan kabar baik yang disampaikan oleh Malaikat yang
terpancar di wajahnya.
V.
SEKILAS TENTANG SYAHID.
Para
Fuqaha membagi syahid menjadi tiga macam, secara terperinci dalam
madzhab-madzhab, namun secara umum adalah sebagai berikut :
a. Syahid
dunia dan akhirat : yakni orang yang terbunuh dengan sebab memerangi
orang-orang kafir, meninggikan kalimat Allah tanpa disertai kenifakan, riya'
ataupun ghulul dari harta ghanimah. Inilah dia syahid yang sempurna dan
merupakan bentuk syahadah yang paling utama dan orangnya mendapatkan pahala
yang paling besar.
b. Syahid
dunia saja : Yakni orang yang berperang dan terbunuh karena mencari ghanimah, karena
riya' atau karena kenifakan. Seperti ini tidak mendapatkan pahala, namun tetap
diperlakukan atasnya hukum-hukum yang lahir. Kedua golongan syuhada' ini
diberlakukan atas mereka hukum-hukum orang syahid :
Menurut
madzhab Hanafi : Tidak dimandikan, tidak dikafani dan dishalatkan jenazahnya.
Menurut
madzhab Hanbali : Tidak dimandikan, tidak dikafani dan tidak dishalatkan
jenazahnya.
Menurut
madzhab Maliki : Tidak dimandikan, tidak dikafani dan tidak dishalatkan
jenazahnya.
Menurut
madzhab Syafi'I : Tidak dimandikan, tidak dikafani dan tidak dishalatkan
jenazahnya.
c. Syahid
akhirat saja : Yakni orang yang mati karena keruntuhan sesuatu, tenggelam atau
karena hal yang semisalnya sebagaimana telah dinyatakan dalam hadits-hadits
nabi. Syahid yang seperti ini dimandikan, dikafani dan dishalati jenazahnya.
Syaikh
Al Albani berkata, "Tidak disyari'atkan untuk memandikan orang yang mati
syahid, korban perang, sekalipun ada kesepakatan yang menyebutkan bahwa orang
tersebut dalam keadaan junub." Mengenai hal tersebut terdapat beberapa
hadits, di antaranya :
"Kuburkanlah
mereka itu dalam keadaan (berlumuran) darah mereka –yakni, pada perang
Uhud-." Dan beliau pun tidak memandikan mereka." HR. Bukhari. (Dan
dalam sebuah riwayat disebutkan), lalu beliau bersabda, "Aku yang menjadi
saksi atas orang-orang itu, kafanilah mereka dalam keadaan (berlumuran) darah.
Sebab, sesungguhnya tidak ada seorang yang terluka (karena Allah) melainkan
akan datang pada hari kiamat sedang lukanya mengeluarkan darah, warnanya warna
darah dan baunya bau minyak kesturi." HR. Abu Dawud, An Nasa'I dan At
Tirmidzi.
Terdapat
riwayat lain di dalam kitab Al Musnad (III/296) dari riwayat Ibnu Jabir dengan
status marfu' dengan lafadz :
لا تغسلوهم، فإن كل جريح يفوح
مسكا يوم القيامة، ولم يصل عليهم.
"Janganlah kalian
memandikan mereka, karena setiap luka akan mengeluarkan bau minyak kesturi pada
hari Kiamat kelak. Dan hendaklah tidak menshalatkan mereka."
Peringatan : Al Bukhari
membuat bab tersendiri di dalam kitab Shahihnya (IV/89) bab : "Laa Yaquulu
Fulan Syahid" (Bab : Tidak boleh mengatakan si fulan syahid). Dan hal
tersebut termasuk yang diremehkan oleh banyak orang, dimana mereka seringkali
mengatakan, "Asy Syahiid fulan… asy syahid fulan.."
Mati syahid ini dapat
diharapkan bagi orang yang memintanya dengan hati yang tulus sekalipun tidak
mudah baginya untuk mendapatkan kesempatan mati syahid di medan perang. Yang demikian ini didasarkan
pada sabda Rasulullah :
من سأل
الله الشهادة بصدق، بلغه الله منازل اللشهداء وإن مات علي فراشه.
"Barangsiapa
meminta mati syahid dengan kejujuran, niscaya Allah akan mengantarnya sampai
pada kedudukan para syuhada', sekalipun dia mati di atas tempat tidurnya."
HR. Muslim dan Al Baihaqi dari Abu Hurairah.
Tanggapan dari ustadz PKS : Al-Bukhari
telah membuat satu bab khusus di dalam kitab shahihnya tentang tidak boleh
mengatakan si fulan syahid kecuali ada wahyu. Demikian zhahir haditsnya, namun
membaca sebuah hadits begitu saja tanpa membaca syarahnya seakan kita
menafsirkan dengan wahyu.
Kitab yang secara syah
dijadikan penjelas dari shahih Bukhari diantaranya adalah Fathul Bari. Tentang
hadits yang ada di dalam bab ini, pensyarah Fathul Bari menyebutkan bahwa kita
memang tidak mengatakan bahwa setiap orang yang mati di jalan Allah SWT sebagai
syahid. Sebab masih mungkin terjadi hal yang hakikatnya berbeda.
Namun demikian, kita boleh
menetapkan hukum orang itu sebagai syahid secara zhahirnya. Landasannya adalah
apa yang dilakukan oleh para salaf kita terdahulu. Mereka tetap menyebut
orang-orang yang wafat di Badar, Uhud dan peperangan lainnya sebagai syahid.
Sebab semua ini terkait dengan hukum zhahir yang bisa kita lakukan yang ditegakkan
di atas zhan yang ghalib.
Maka orang yang secara
zhahir wafat di jalan Allah SWT, kita perlakukan sebagaimana zahirnya. Sebab
kalau tidak, maka semua orang yang mati syahid di dunia ini harus dimandikan
dan dikafani. Sebab belum tentu dia mati syahid dan mungkin saja mati bunuh
diri seperti kisah yang dijelaskan di dalam hadits bab ini.
Tetapi buat kita, yang Allah
SWT perintahkan adalah memberi hukum sesuai dengan zhahirnya. Dan menyebut
seseorang sebagai syahid lebih sederhana dari pada tidak memandikan dan tidak
mengkafani. Padahal syariat telah menentukan bahwa orang yang mati syahid tidak
perlu dimandikan dan dikafani.
Bahwa Bukhari membuat judul
demikian, jelas ini adalah masalah khilaf. Sebab kita tahu persis bagaimana
ulama salah ketika menyebutkan tarjamah para shahabat terutama yang wafat di peperangan,
tetap disebut dengan istilah Mata Syahidan yang maknanya adalah beliau
mati syahid. Sebutan seperti ini tidak datang dari zaman khalaf, tetapi dari
para salaf. Tentu ini adalah hukum zhahir sebagaimana kaidah Nahkumu
bizhzhawahir wallahu watallas-sarair
Syaikh
Utsaimin berkata, "Jawaban atas hal itu adalah bahwa seseorang dikatakan
syahid itu dengan dua sisi yaitu:
Pertama : Hendaknya
terikat dengan suatu sifat, seperti: Dikatakan bahwa setiap orang yang dibunuh
fisabillah adalah syahid, orang yang dibunuh karena membela hartanya adalah
syahid, orang yang mati karena penyakit thaun adalah syahid dan yang
semacamnya. Ini adalah boleh sebagai mana yang terdapat dalam nash, dan karena
kamu menyaksikan dengan apa yang dikhabarkan oleh Rasulullah n. Yang kami maksud boleh adalah tidak dilarang. Jika menyaksikan
hal itu, maka wajiblah membenarkan khabar Rasulullah n.
Kedua : Menentukan
syahid bagi seseorang, seperti kamu mengatakan kepada seseorang, dengan
menta'yin bahwa dia syahid. Ini tidak boleh kecuali yang disaksikan oleh Nabi n atau umat sepakat atas kesyahidannya. Al-Bukhari dalam
menerangkan hal ini ia berkata: Bab. Tidak Boleh Mengatakan Si Fulan Syahid. Ia
berkata dalam Al-Fath Juz 6 halaman. 90, yaitu tidak memvonis syahid kecuali
ada wahyu. Seakan dia mengisyaratkan hadits Umar, bahwa beliau berkhutbah.
"Dalam peperangan, kalian mengatakan bahwa si fulan syahid, dan si fulan
telah mati syahid. Mudah-mudahan perjalanannya tenang. Ketahuilah, janganlah
kalian berkata demikian, akan tetapi katakanlah sebagaimana sabda Rasulullah n: Barangsiapa mati di jalan Allah atau terbunuh maka ia
syahid". Ini adalah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Sa'id
bin Manshur dan lainnya dari jalur Muhammad bin Sirrin dan Abi Al-A'jafa' dari
Umar.
Karena persaksian terhadap
suatu hal yang tidak bisa kecuali dengan ilmu, sedang syarat orang menjadi mati
syahid adalah karena ia berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang tinggi.
Ini adalah niat batin yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya. Oleh karena itu
Nabi n bersabda sebagai isyarat akan hal itu.
"Artinya: Perumpamaan
seorang mujahid di jalan Allah, dan Allah lebih tahu siapa yang berjihad di
jalan-Nya...." [Bukhari: 2787]
Dan sabda beliau.
"Artinya: Demi Dzat diriku berada ditangan-Nya tidaklah seseorang terluka
di jalan Allah kecuali datang dihari kiamat sedang lukanya mengalir darah,
warnanya warna darah dan baunya bau Misk" [Hadits Riwayat Bukhari: 2803]
Akan tetapi orang yang
secara dhahirnya baik, maka kami berharap dia syahid. Kami tidak bersaksi atas
syahidnya dia dan juga tidak berburuk sangka kepadanya. Raja' (berharap) itu
satu posisi di antara dua posisi (bersaksi dan buruk sangka), akan tetapi kita
memperlakukannya di dunia dengan hukum-hukum syahid, jika ia terbunuh dalam
jihad fi sabilillah. Ia dikubur dengan darah di bajunya tanpa menshalatinya.
Dan untuk syuhada' yang lain, dimandikan, dikafani dan dishalati.
Karena, kalau kita bersaksi
atas orang tertentu bahwa ia mati syahid konsekwensinya adalah kita bersaksi
bahwa ia masuk surga. Mereka tidak bersaksi atas seseorang dengan surga kecuali
dengan sifat atau seseorang yang disaksikan oleh Rasul n. Dan sebagian
yang lain berpendapat bahwa boleh kita bersaksi atas syahidnya seseorang yang
umat sepakat memujinya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t termasuk yang
berpendapat seperti ini.
Dengan ini, maka menjadi
jelas bahwa kita tidak boleh bersaksi atas orang tertentu bahwa ia mati syahid
kecuali dengan nash atau kesepakatan. Akan tetapi bila dhahirnya baik maka kita
berharap demikian sebagaimana keterangan diatas, dan cukuplah nasihat tentang
ini, sedangkan ilmunya ada di sisi Sang Pencipta.
VI.
SEBAB MENDAPATKAN HUSNUL
KHATIMAH.
Yang
paling penting adalah seorang selalu menetapkan dirinya pada ketaatan kepada
Allah dan bertaqwa kepadaNya. Asas dari itu semua adalah merealisasikan Tauhid,
menghindari perbuatan-perbuatan yang diharamkan, bersegera bertaubat dari
perbuatan dosa yang mengotorinya, dan yang lebih besar adalah syirik baik besar
maupun kecil. Firman Allah :
¨bÎ)
©!$#
w
ãÏÿøót
br&
x8uô³ç
¾ÏmÎ/
ãÏÿøótur
$tB
tbrß
y7Ï9ºs
`yJÏ9
âä!$t±o
4
`tBur
õ8Îô³ç
«!$$Î/
Ïs)sù
#utIøù$#
$¸JøOÎ)
$¸JÏàtã
ÇÍÑÈ
"Sesungguhnya Allah
tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain
dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar." (AnNisaa' : 48)
Sebab
lain adalah hendaknya seorang manusia berdo'a kepada Allah agar dimatikan dalam
keadaan iman dan taqwa.
Sebab
lain adalah hendaknya seorang muslin beramal dengan sungguh-sungguh dan
kesungguhannya dalam memperbaiki yang nampak dan tersembunyi.
Sepatutnya
bagi seorang muslim untuk senantiasa mempersiapkan untuk menghadapi kematian
yang datang dengan tiba-tiba, malam atau siang hari dan dalam keadaan tidur
maupun terjaga. Oleh karena itu seorang muslim harus mempersiapkan bekal untuk
menghadapi kematian dengan perkara-perkara sebagai berikut :
Pertama
: Senantiasa beriman dengan kalimat Tauhid dan mengamalkan tuntutannya.
Kedua
: Senantiasa menjaga shalat lima
waktu secara berjamaah, diiringi dengan sunah rawatib, nawafil, qiyamullail,
menjaga witir dan menjaga sunah-sunah yang lain.
Ketiga
: Senantiasa membaca Kitabullah, mentadaburi dan mengamalkan isinya. Menjaga
dalam membacanya pada malam dan siang hari serta mengkhatamkan sekali atau dua
kali dalam sebulan.
Keempat
: Membaca perjalanan Rasulullah dan mengikuti apa yang diperintahkan dan
menjauhi apa yang dilarangnya.
Kelima
: Senantiasa bermajelis bersama orang-orang shalih dan mengambil manfaat
darinya untuk memperbaiki agama dan dunianya sesuai yang telah disebutkan dalam
Al Kitab dan As Sunnah.
Keenam
: Bersemangat mendatangi majelis-majelis dzikir dan senantiasa mencarinya.
Ketujuh
: Selalu menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar.
Kedelapan
: Berinfaq di jalan Allah pada semua jalan kebaikan bagi siapa yang diberikan
harta oleh Allah. Jika tidak memiliki harta, maka baginya sedekah dengan
anggota badannya, karena setiap kalimat thayibah sedekah, senyum pada
saudaranya adalah sedekah dan lainnya.
Perlu di ketahui bahwa
sesuatu yang nampak dari tanda-tanda ini atau yang terjadi pada mayit, tidak
bisa dipastikan bahwa pelakunya adalah penghuni Surga, akan tetapi ia
mendapatkan kabar gembira dengan itu. Sebagaimana jika tidak terjadi sesuatu
pada si mayit, tidak menjadi hukum baginya karena ia bukan termasuk orang
shalih atau yang semisalnya, semua itu adalah masalah ghaib, tetapi diharapkan
bagi orang yang baik dan ditakutkan dari orang berdosa.
VII.
Meninggal dunia pada saat
Gerhana.
Jika
kematian seseorang bertepatan dengan gerhana matahari atau bulan, maka hal ini
tidak menunjukkan sesuatu apapun. Sedangkan keyakinan yang menyebutkan bahwa
hal tersebut menunjukkan keagungan orang yang meninggal, itu hanya salah satu
bentuk khurafat Jahiliyah yang secara tegas disalahkan oleh Rasulullah. Pada
hari wafat puteranya, Ibrahim, yang pada saat terjadi gerhana, maka beliau
memberikan ceramah kepada orang-orang seraya menyampaikan pujian dan sanjungan
kepada Allah, lalu bersabda, "Amma ba'du. Wahai sekalian manusia,
sesungguhnya kaum Jahiliyah dulu biasa mengatakan, "Sesungguhnya matahari
dan bulan tidak akan mengalami gerhana kecuali karena kematian seorang yang
agung". Dan sesungguhnya keduanya merupakan salah satu dari tanda-tanda
kekuasaan Allah yang mengalami gerhana bukan karena kematian atau kehidupan
seseorang. Tetapi dengannya Allah menakuti hamba-hambaNya. Oleh karena itu jika
kalian melihat sesuatu darinya, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdo'a dan
memohon ampunan kepadaNya serta segera mengeluarkan sedekah, memerdekakan budak
dan shalat di masjid-masjid sehingga gerhana berakhir."
VIII.
BEBERAPA IBRAH.
Diriwayatkan dari Hasan
berkata, "Dahulu di kota
Mesir ini ada seorang pemuda ahli ibadah, ia keluar dari masjid, ketika ia
meletakkan kakinya di atas sandalnya datanglah Malaikat Maut berkata kepadanya
:
مرحبا
لقد كنت إليك بالأشواق
"Marhaban
sungguh aku datang kepadamu dengan perasaan senang" maka dicabutlah
ruhnya."
Abu Nu'aim berkata :
والله
لو كان الموت في مكان موضوعا لكنت أول من يسبق إليه.
"Demi
Allah, seandainya kematian ditempat yang ditentukan (diketahui) pastilah aku
orang yang pertama mendahuluinya."
Referensi :
[Disalin
dari buku Majmu' Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi
Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Bab Aqidah, hal. 208-210
Pustaka Arafah] Sumber: http://almanhaj.or.id